Artikel ini adalah lanjutan dari artikel Serambi Penerbitan sebelumnya: Mengenal Buku Cetak (Bagian I)
BAGI sebagian orang, membaca buku cetak adalah sebuah keistimewaan tersendiri. Buku cetak merupakan wujud nyata sebuah buku yang terbuat dari lembaran-lembaran kertas yang disusun dan diikat menjadi sebuah buku utuh. Sampul buku, yang umumnya lebih tebal dari halaman-halamannya, berfungsi sebagai pelindung bagi isi buku.
Selain sensasi sentuhan fisik dari lembaran-lembaran buku, buku cetak juga dapat dicium aromanya. Aroma khas yang menguar dari buku cetak, baik dari buku cetak yang masih baru, maupun buku cetak yang sudah berumur lama, sering dikenal sebagai bibliosmia.
Bau khas buku (bibliosmia) berasal dari bahan alami penyusun kertas. Kayu, bahan utama kertas, mengandung berbagai zat seperti selulosa, lignin, dan senyawa aromatik lainnya. Ketika bahan-bahan ini bereaksi dengan udara dan waktu, mereka menghasilkan aroma unik yang kita kenal sebagai bau buku.
Banyak pembaca berpendapat, bahwa membaca buku cetak memberikan pengalaman yang lebih mendalam dan personal. Ketika kita membaca buku cetak, otak kita secara aktif terlibat dalam proses mengingat informasi. Apalagi, bagi kamu yang hobi membuat anotasi di buku cetak. Proses menulis catatan atau menandai bagian penting (anotasi) dalam buku cetak juga membantu memperkuat ingatan kita terhadap materi yang telah dibaca.
Berbeda dengan buku digital, buku cetak tidak bergantung dengan perangkat, sehingga dapat dibaca di mana saja, dan kapan saja, tanpa takut batre habis. Beberapa penelitian bahkan menunjukkan, bahwa membaca buku cetak dapat meningkatkan konsentrasi dan mengurangi gangguan karena tidak ada notifikasi atau godaan untuk membuka aplikasi lain.
Buku Cetak di Era Digital
Dalam beberapa dekade terakhir, kita telah mengalami transformasi besar dalam hal mengakses, memproduksi, dan mengonsumsi informasi. Era digital, dengan kemajuan teknologi informasinya yang pesat, telah menghadirkan perubahan mendasar dalam industri buku. Munculnya e-book, audiobook, dan platform digital lainnya telah memicu perdebatan mengenai relevansi buku cetak di tengah perkembangan teknologi.
Pegiat Literasi, sekaligus penulis, dan pendiri Patjarmerah, Windy Ariestanty menjelaskan di salah satu forum literasi di Semarang, bahwa tren saat ini justru menunjukkan, buku cetak dan e-book dapat hidup berdampingan. Banyak penerbit menawarkan kedua format untuk memenuhi kebutuhan pembaca yang beragam. Selain itu, muncul juga format hibrida yang menggabungkan elemen-elemen terbaik dari keduanya, seperti buku audio yang dilengkapi dengan teks.
Teknologi digital tidak sepenuhnya menggantikan buku cetak, melainkan menciptakan cara baru bagi industri penerbitan untuk beradaptasi dan berkembang. Anggapan buku digital dapat menggeser buku cetak yang sempat mencuat, tidaklah benar adanya. Nyatanya, buku cetak dan buku digital dapat berjalan beriringan dengan memiliki pembacanya masing-masing.
Buku cetak menawarkan pengalaman yang unik dan berharga, yang bagi banyak orang, tidak dapat digantikan oleh format digital. Begitu pula dengan buku digital, yang menawarkan kemudahan, portabilitas tinggi, serta fitru-fitur tambahan. Fitur-fitur tambahan ini dapat berupa, gambar atau ilustrasi yang dapat bergerak-gerak, terdat tambahan suara, serta kemampuan untuk mengubah ukuran font dan tampilan layar, yang hanya dalam satu klik. Masa depan buku cetak barangkali mampu melibatkan integrasi yang lebih harmonis antara dunia fisik dan digital, sehingga dapat menciptakan ekosistem membaca yang lebih kaya dan bervariasi.
Buat kamu yang suka membaca buku cetak maupun buku digital, semuanya sudah tersedia secara online, di e-Commers kami. Namun, jika kamu tidak hanya suka membaca buku, namun juga tertarik untuk menerbitkan buku, kami siap untuk mejadi fasilitator handal. Perihal sistem bagi hasilnya dalam bentuk apa, dan satu hal lain yang melingkupinya, kita dapat mendiskusikannya bersama.[istiqbalul fitriya-red.]