PERPUSTAKAAN NASIONAL (Perpusnas) merupakan lembaga nonkepemerintahan di Indonesia yang memiliki tugas dan tanggung jawab di bidang kepustakaan. Selain berfungsi sebagai perpustakaan yang dapat dikunjungi oleh masyarakat umum, perpusnas juga memiliki fungsi sebagai perpustakaan pembina, perpusatkaan penelitian, perpustakaan pelestarian, perpustakaan deposit, perpustakaan rujukan, serta sebgai pusat dari jaringan antarperpustakaan, toko buku, penerbit, juga taman baca di seluruh Indonesia yang berkedudukan di Jakarta.
Perpusnas bermula dengan didirikannya Bataviaasch Genootschap pada 24 April 1778, yang merupakan pelupor dari perpusnas yang kemudian dibubarkan pada tahun 1950. Di indonesia sendiri, ilmu pengetahuan mulai berkembang sejak zaman kerajaan Sriwijaya serta Majapahit. Pada waktu itu, koleksi dan bahan informasi ditulis di daun lontar, kulit kayu, batu, maupun di benda-benda lain, yang berisi tenyang mantera, doa-doa, silsilah kerajaan, adat istiadat, obat, aji-aji, maupu ajaran-ajaran lainnya. Pada masa penjajahan Belanda, dan kolonialisme, sebenarnya sudah didirikan beberapa perpustakaan, tetapi tujuan dan maksud utamanya hanya untuk kepentingan pengetahuan dan penelitian.
Pembinaan perpustakaan di Indonesia kemudian dapat terlaksana dengan baik bersamaan dengan ranvangan rencana pembangunan lima tahun, dan Perpusnas merupakan salah satu perwujudan dari rancangan tersebut. Perpusnas merupakan realisasi dari penerapan dan pengembangan sistem nasional perpustakaan secara menyeluruh dan terpadu yang dirancang pada 17 Mei 1980 oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Doed Joesoef.
Saat itu kedudukan Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan masih dalam ruang lingkup Departeman Pendidikan dan Kebudyaan setingkat eselon II di bawah Direktorat Jendral Kebudayaan. Dan perpusnas merupakan hasil dari integrasi dari empat perpustakaan di Jakarta. Kempat perpustakaan tersebut yang merupakan bagian dari badan bawahan Direktorat Jendral Kebudyaan adalah; Perpustakaan Museum Nasional, Perpustakaan Sejarah, Politik dan Sosial (SPS), Perpustakaan Wilayah DKI Jakarta, serta Bidang Bibliografi dan Deposit, Pusat Pembinaan Perpustakaan.
Meskipun secara resmi perpusnas berdiri di pertengahan tahun 1980, namun integrasi dari keseluruhan fisik baru dapat dilakukan setahun setelahnya, yakni tahun 1981. Hingga tahun 1987, Perpusnas masih berlokasi di tempat yang terpisah yakni, Jl. Merdeka Barat 12 (Museum Nasional), Jl. Merdeka selatan 11 (Perpustakaan SPS), dan Jl. Imam Bonjol 1 (Museum Naskah Proklamasi). Saat itu, kepala perpusnas adalah Mastini Hardjoprakoso, MLS., mantan kepala Perpustakaan Museum Nasional., sebelum akhirnya berpindah di Jl. Salemba Raya 28A Jakarta Pusat pada awal 1987.
Pada 6 Maret 1989, Presiden membuat Keputusan Presiden Nomor 11 Tahun 1989 yang menetapkan Perpustakaan Nasional setelah digabung dengan Pusat Pembinaan Perpustakaan, menjadi Lembaga Pemerintah Non Departemen (LPND) yang berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Presiden. Kemudian pada 29 Desember 1997, ditandatangani kembali Keppres Nomor 50 tahun 1997 yang memiliki muatan untuk menyempurnakan susunan organisasi, tugas dan fungsi perpusnas, serta antisipasi pada era globalisasi.
Kini, perpusnas menjadi perpustakaan berskalana sional dalam arti yang utuh, yakni sebuah lembaga yang tidak hanya melayani anggota suatu perkumpulan ilmu pengetahuan tertentu, tetapi melayani anggota masyarakat dari semua lapisan dan golongan. Layanan itu tidak terbatas hanya pada layanan untuk pengembangan ilmu pengetahuan saja, melainkan pula dalam memenuhi kebutuhan bahan pustaka, khususnya bidang ilmu-ilmu sosial dan kemanusiaan guna mencerdaskan kehidupan bangsa.
Selain itu, Perpustakaan Nasional juga lembaga yang ditunjuk sebagai badan resmi yang berhak mengeluarkan ISBN. Internasional Standartd Book Number (ISBN) merupakan istem penomoran internasioal untuk buku dengan maksud memudahkan pendistribusian dan pencarian buku secara internasional menggunakan sistem komputer. Awalnya, ISBN menggunakan deretan sepuluh angka unik untuk memberi identitas pada sebuah terbitan buku dengan idenitas negara, identitas penerbit, serta nomor urut untuk buku yang diterbitkan. Pada Perkembangan selanjutnya, ISBN menggunakan tiga belas digit angka unik dan dilengkapi dengan kode batang atau bardcode.
Pengurusan ISBN biasanya disatukan dengan pengurusan katalog penerbitan (KDT). Fungsi KDT sendiri untuk memberikan kemudahan pengklasifikasian buku di perpustakaan aatupun toko buku berdasarkan bidangnya. Pengurusan ISBN dan KDT tidak dibebankan biaya apa pun. [istiqbalul fitriya-red.]